Di saat lidahku tak lagi bisa bergerak
Di saat itu lah tanganku yang berbicara, dia membeberkan segala yang telah ia lakukan
Untuk apa ia digunakan, kemana ia diarahkan, apakah mendukung kebaikan atau kemaksiatan?
Tanganku berbicara dengan lancar bak air sungai bebas hambatan, jujur, tegas tanpa tedeng aling
Setelah tanganku berkoar-koar, giliran kakiku
Ia bercerita kemana ia melangkah, apakah mendekati surga atau menjauhinya sejauh jauhnya
Ia jujur, tegas tanpa tedeng aling
Keringat dingin kembali menetes, bukan menetes tepatnya, mengucur deras, mengingat matahari hanya sejengkal diatas kepala ku
Panas dan tegang
Berkali kali aku mencoba menelan ludah, namun mulut ku kering kerontang tanpa cairan ludah
Lalu menyusul telinga bercerita tentang apa yang ia dengar, perkataan baikkah atau burukkah yang sering didengar
Ia tegas, jujur tanpa tedeng aling
Kulihat neraca tampak berat sebelah kearah lubang hitam, rasanya panik dan ingin berlari dari tempat ini, namun kakiku kini diluar kontrol diriku
Berat
Sangat berat
Lalu mata mulai bercerita tentang apa-apa yang ia saksikan dialam fana sana, baik burukkah yang ia liat
Timbangan pun kembali bergeser kearah lubang hitam
Matahari seperti makin mendekat ke arah tengkukku
Sekarang giliran kelamin yang berbicara
tentang apa yang ia lakukan didunia dulu, apakah diperbudak nafsu atau menjaga kehormatan dan kesucian
Ia berbicara jujur tegas tanpa tedeng aling
Timbangan pun kembali bergeser, namun menjauhi lubang hitam itu, terus bergeser-bergeser
Menjauh
Makin menjauh
No comments:
Post a Comment